Seminar AKHKI “Menyambut RUU Hak Cipta: Peluang,Tantangan, dan Pelindungan Hak Cipta dalam Musik”

Jakarta, 15 Oktober 2025 – Perkumpulan Konsultan Kekayaan Intelektual Indonesia (AKHKI) bekerja sama dengan Hong Kong Trade Development Council (HKTDC) menggelar Seminar Nasional bertajuk “Menyambut RUU Hak Cipta: Peluang, Tantangan, dan Pelindungan Hak Cipta dalam Musik” di Hotel Shangri-La, Jakarta, pada Rabu, 15 Oktober 2025.

AKHKI, sebagai salah satu pemangku kepentingan di bidang Kekayaan Intelektual, memandang pentingnya penyelenggaraan seminar yang bersifat edukatif dan produktif. Kegiatan ini bertujuan untuk membahas berbagai aspek hak Kekayaan Intelektual dalam industri musik, khususnya hak cipta atas musik/lagu – baik dalam konteks pertunjukan langsung di ruang publik maupun pertunjukan tidak langsung/digital melalui platform dan User Generated Content (UGC). Seminar ini turut menyoroti peran LMKN dan LMK dalam mewujudkan tata kelola royalti yang adil, transparan dan akuntabel, serta memberikan rekomendasi praktis bagi Konsultan KI dan Advokat dalam memberikan advis kepada klien.

Acara dibuka oleh Ketua Umum AKHKI periode 2024-2028, Dwi Anita Daruherdani, S.H., LL.M., yang dilanjutkan dengan sambutan serta presentasi dari Mr. Leung Kwan Ho, Regional Director for Southeast Asia and South Asia, HKTDC.

Kolaborasi AKHKI–HKTDC: Memperkuat Jejaring dan Pertukaran Praktik Terbaik (Best Practices) di bidang Kekayaan Intelektual

Kehadiran HKTDC sebagai mitra internasional merupakan langkah strategis dalam memperluas jejaring dan kolaborasi lintas negara di bidang Kekayaan Intelektual. AKHKI dan HKTDC sepakat untuk memperkuat komunikasi dan pertukaran pengetahuan antara Indonesia dan Hong Kong, khususnya dalam pengembangan profesionalisme Konsultan KI dan penerapan best practices dalam tata kelola hak cipta dan royalti. Dalam kesempatan ini, HKTDC juga memaparkan peluang kolaborasi internasional, termasuk penyelenggaraan Business of IP Asia Forum (BIP Asia), sebagai salah satu platform untuk mempertemukan para pemangku kepentingan di bidang Kekayaan Intelektual secara global, yang akan diselenggarakan di Hong Kong pada Desember 2025 mendatang.

Acara kemudian dilanjutkan dengan keynote speech dan presentasi oleh Prof. Dr. Ahmad M. Ramli, S.H., M.H., FCBArb, yang akrab disapa dengan sebutan Prof. Ramli (Guru Besar Universitas Padjajaran sekaligus pencetus pembentukan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN)). Dalam paparannya, beliau menegaskan pentingnya reformasi dalam tata kelola royalti musik yang berkeadilan, transparan, dan akuntabel. Ia menekankan bahwa hak cipta tidak semata-mata berkaitan dengan pelindungan atas karya, melainkan juga berperan penting dalam mewujudkan kesejahteraan para pencipta. Menurutnya, pembaruan regulasi harus memastikan agar sistem royalti berjalan transparan, efisien, dan memberi kepastian bagi seluruh pemangku kepentingan. Lebih lanjut Prof. Ramli menjelaskan bahwa popularitas merupakan salah satu faktor penting dalam meningkatkan nilai ekonomi suatu musik/lagu. Semakin sering musik/lagu tersebut diputar atau dinyanyikan/dibawakan oleh pelaku pertunjukan, semakin tinggi potensi keberhasilannya secara komersial. Pendekatan berbasis remunerasi akan menguntungkan dan memberikan manfaat yang berkeadilan bagi para pencipta dan pemegang hak terkait. Mekanisme Lisensi Kolektif dan manajemen Royalti yang dikelola oleh LMKN harus dilaksanakan secara akuntabel dengan tata kelola yang baik, sehingga menciptakan manfaat yang optimal bagi para pelaku industri musik dan memperkuat ekosistem hak cipta di Indonesia.

Acara dilanjutkan dengan dua sesi Panel Diskusi yang menghadirkan para pakar dan praktisi dibidangnya sebagai berikut:

  • Panel Diskusi 1Regulasi dan Praktik Hukum, menghadirkan narasumber Achmad Iqbal Taufiq, S.H., M.H., perwakilan dari Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri, Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) mewakili Direktur pada Direktorat Hak Cipta dan Desain Industri, DJKI, Agung Damarsasongko, S.H., M.H; serta narasumber lainnya yaitu Ari Juliano Gema, S.H., M.H., Partner dari Assegaf Hamzah & Partners;
  • Panel Diskusi 2 – Suara LMKN dan LMK, dengan narasumber Marcellius Kirana Hamonangan Siahaan, S.H., Ketua Komisioner LMKN (Pemilik Hak Terkait) sekaligus musisi, serta narasumber lainnya Adi Adrian, Presiden Direktur Wahana Musik Indonesia (WAMI), musisi dan produser.

Kedua sesi diskusi ini dimoderatori oleh Marulam J. Hutauruk, S.H., M.H., advokat dan Konsultan KI, yang juga merupakan anggota Tim Ahli Internal AKHKI.

Ketua Komisioner Pemilik Hak Terkait LMKN, Marcell Siahaan, sebagaimana akrab disapa demikian, menjelaskan mandat LMKN sebagai institusi nasional yang menarik, menghimpun dan mendistribusikan royalti secara adil dan transparan, sesuai dengan ketentuan peraturan perundangundangan. Beliau juga menyoroti transformasi digital LMKN melalui ‘INSPIRATION’, sebuah inisiatif berbasis prinsip satu sistem, satu data, satu pintu untuk mengoptimalkan pengelolaan royalti musik lintas sektor. Lebih lanjut, Marcell Siahaan menekankan pentingnya sinergi antara LMKN dan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), dimana keduanya memiliki peran yang saling melengkapi – karena, tanpa LMK, maka data tidak berarti dan tanpa LMKN, hak tidak dapat terdistribusi. LMKN bertanggung jawab dalam penarikan dan distribusi royalti secara nasional, sementara LMK memverifikasi repertoar dan keanggotaan serta pembaruan metadata.

Pada kesempatan yang sama, Adi Adrian, Presiden Direktur WAMI, menyampaikan harapannya agar ke depan LMKN dapat memperoleh kesempatan dan/atau menjalani proses audit dari salah satu dari empat kantor akuntan publik terbesar (Big Four Accounting Firms). Langkah ini menurutnya, akan menjadi bentuk komitmen nyata terhadap prinsip akuntabilitas dan transparansi pengelolaan dan pelaporan royalti.

Komitmen AKHKI

Melalui penyelenggaran Seminar Nasional, AKHKI menegaskan kembali perannya sebagai mitra strategis pemerintah dan lembaga internasional dalam upaya memperkuat regulasi serta tata kelola Kekayaan Intelektual di Indonesia.

AKHKI berkomitmen untuk terus mendorong terwujudnya sistem yang transparan, efisien, dan berkeadilan, sekaligus memperluas jejaring profesional dan kolaborasi lintas sektor. Upaya ini menjadi bagian dari visi AKHKI untuk menciptakan ekosistem KI yang kredibel, adaptif dan kompetitif di tingkat nasional maupun global. (HMS-AKHKI)

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp